Guru Pejuang di Sekolahnya yang Keropos

Posted by Andi Irwandi Natsir Kamis 1 komentar
Akh, dendam ini tidaklah bijak menurutku. Walaupun hanya seorang Bapa’ Aki saja yang memilihku ketika itu, tetap harus saya berjuang untuk pembangunan sekolah ini. Tidak ingin kujadikan ini sebagai interest politik, tetapi yang lebih penting, sekolah ini adalah tempat dimana anak-anak negeri menjadi terdidik. Minimal terdidik sepertiku yang hanya sampai pada level sarjana ini….
(Cerita ini kutuliskan dengan meminjam sosok A. Irwandi Natsir sebagai Tokoh AKU)



Bapa’ Aki, demikian saya memanggilnya. Nama lengkapnya Drs. M. Akib. Beliau adalah pamanku, salah satu guru berstatus Pegawai Negeri Sipil di desa, dimana kami bersaudara dibesarkan. Pamanku ini, juga salah satu dari hanya dua PNS teloran desa terpencil ini. Yakni Sekretaris Desa, yang di periode kemarin juga adalah sekretarisku. Sebagai mantan kepala desa, saya menghapal betul tingkatan pendidikan, pekerjaan, nama mereka dan bahkan nama semua anak-anak mereka di kampungku. Desa MattirowaliE, Kecamatan Bontocani, adalah palagan ilmu untuk belajar lebih sensitive terhadap rakyat.
Perawakannya yang kecil, pendek dan tubuh yang nampak membesi membuat saya sewaktu bocah dulu, sering meledek Pak Guru Aki ini, dengan panggilan paman bongsai. Ledekan yang kurang ajar,bagi bocah nakal seperti diriku dulu. Di teras rumah panggung keluarga kami, saya sudah bersiap-siap kembali berangkat ke Watampone. Pekerjaan menunggu dan konstituen di desa lain harus segera dikunjungi untuk silaturrahim usai lebaran. Berat rasanya meninggalkan handai taulan, tempat dimana hampir 90% suaraku mendominasi, pada pemilu Legislatif tahun 2009 kemarin. Bapa’ Aki, kemudian datang, celananya tergulung, terlihat bekas-bekas lumpur percikan jalanan yang berkubang. Dia baru datang dari Bune, desa tempat dimana dia saat ini mengabdi sebagai pendidik.

Maaf Nak, saya baru datang. Untung saya cepat, hampir saja saya tidak bertemu anakku (Dia memang selalu memanggilku anak)” ucapnya, lalu kusambut erat jabat tangannya sambil memeluk erat paman pahlawan tanpa tanda jasa ini. Sedikit berbasa-basi, Ia pun seolah tidak ingin mengganggu kesiapan berangkatku. Dalam kantongnya yang lusuh karena peluh dan lumpur. Ia mengeluarkan selembar foto. Kuperhatikan, dan akupun merasa terjewer. Dalam benak aku membatin, ini bukan sekolah tetapi seolah kandang kerbau. Dimanakan anggaran 20% untuk pendidikan dalam APBN itu, lalu mengapa aku tak tahu ada sekolah di wilayah kerjaku yang demikian memprihatinkan. Tidakkah ini pertanda aku tak memiliki kepedulian ?. Saya mencerca diriku, mencerca diri wakil rakyat ini yang mungkin akan menjadi pongah andai Bapa Aki tidak mengingatkan ku dengan selembar foto.

Di foto itu, terlihat bangunan sekolah yang dipotret dari bagian belakang gedung. Papannya berlubang-lubang keropos. Atap seng nya yang berkarat, dan beberapa penopang kayu agar gedung itu tidak runtuh dan menimpa murid, menurut Bapa Aki’ ada dalam ruangan. Kesan lewat foto itu, menambah miris hati ini melihatnya. Disinilah sekolah tempat pamanku mengajar di desa Bune, kecamatan Libureng, Bone. Beliau mengajar anak-anak itu dengan ikhlas, sambil berharap kelak diantara mereka akan ada yang mungkin jadi guru, polisi, tentara atau bahkan mungkin jadi Bupati. Haruskah Bapa’ Aki menunggu sampai muridnya menjadi Bupati, dan sekolah itu baru dibenahi ?. Tidak.


Saya harus melakukan sesuatu, minimal saya harus berjuang agar di biayai pembangunannya pada anggaran perubahan atau APBD pokok tahun 2011. Sambil meyakinkankannya bahwa saya akan berjuang namun tidak berjanji untuk pembangunannya, saya kemudian teringat sesuatu. Sesuatu yang serasa memicu dendam. Pasalnya, di Pemilu kemarin saya hanya mendapatkan sepuluh biji suara di desa itu. Bapa Aki yang seorang PNS, hanya mampu menggaet keluarga terdekatnya. Netralitas PNS mungkin Ia masih pegang teguh, dan tekanan dari pimpinannya untuk memilih calon tertentu membuatnya tertekan. Akh, Tekanan ala Orba, memang masih menakuti PNS, walau reformasi telah menggerusnya “Apa daya, cukuplah saya yang memilih keponakanku, jikalau memang tidak ada yang mau memilihnya. “ katanya ketika musim kampanye kemarin.

Akh, dendam ini tidaklah bijak menurutku. Walaupun hanya seorang Bapa’ Aki saja yang memilihku ketika itu, tetap harus saya berjuang untuk pembangunan sekolah ini. Tidak ingin kujadikan ini sebagai interest politik, tetapi yang lebih penting, sekolah ini adalah tempat dimana anak-anak negeri menjadi terdidik. Minimal terdidik sepertiku yang hanya sampai pada level sarjana ini. Sebenarnya saya juga bingung, mengapa Dinas Pendidikan Kabupaten Bone sibuk merehabilitasi sekolah yang masih layak, sementara instansi itu justru mengabaikan sekolah yang hampir ambruk ini. Saya tahu betul, bahwa dinas yang paling banyak anggarannya adalah dinas pendidikan.

Menurut kabar, kondisi sekolah seperti ini, masih banyak tersebar di kecamatan-kecamatan lainnya. Memang harus dipahami bahwa defisit anggaran yang kini melanda keuangan Pemda Bone sulit untuk merealisasikan rehabilitasi sekolah itu dengan segera. Jikapun itu tidak bisa, dalam hati saya berkomitmen untuk mengurus dana rehabilitasi ini walau sampai ke Jakarta. Biro perencanaan ataupun Badan Anggaran DPR RI katanya, bisa diurus untuk hal-hal seperti ini. Semoga urusan di DPR jalannya mulus kesana, tidak becek dan licin. Sebagai mantan kontraktor yang kadang mengerjakan proyek jalanan. Saya sering diingatkan, tetapi nurani menentang untuk melakukannya “kalau jalanannya basah, pasti licin. Kalau ternyata buntu harus diperlicin”. Nah, Lho !?


———————-
Sekali lagi, tokoh “Saya/Aku” disini, bukan saya, tetapi Sang Legislator dalam posenya di bawah ini, saya hanya menjadikan sosoknya dalam kisahku, setelah memohon ijin.

 Penulis Andi Harianto. Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar. Setiap orang adalah guru ku dan setiap tempat adalah sekolahku Sebagian tentang saya, ada di http://bungarung.blogspot.com/
 (Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/16/guru-pejuang-di-sekolahnya-yang-keropos-291697.html)

1 komentar:

Anwar mengatakan...

Luar biasa untuk kakanda Andi Irwandi Natsir yang sosoknya sederhana dan selalu memperjuangkan aspirasi masyarakat di Kabupaten Bone

Posting Komentar