Guru Pejuang di Sekolahnya yang Keropos
Kamis
1
komentar
Akh, dendam ini
tidaklah bijak menurutku. Walaupun hanya seorang Bapa’ Aki saja yang
memilihku ketika itu, tetap harus saya berjuang untuk pembangunan
sekolah ini. Tidak ingin kujadikan ini sebagai interest politik, tetapi
yang lebih penting, sekolah ini adalah tempat dimana anak-anak negeri
menjadi terdidik. Minimal terdidik sepertiku yang hanya sampai pada
level sarjana ini….
(Cerita ini kutuliskan dengan meminjam sosok A. Irwandi Natsir sebagai Tokoh AKU)
Bapa’ Aki, demikian saya
memanggilnya. Nama lengkapnya Drs. M. Akib. Beliau adalah pamanku, salah
satu guru berstatus Pegawai Negeri Sipil di desa, dimana kami
bersaudara dibesarkan. Pamanku ini, juga salah satu dari hanya dua PNS
teloran desa terpencil ini. Yakni Sekretaris Desa, yang di periode
kemarin juga adalah sekretarisku. Sebagai mantan kepala desa, saya
menghapal betul tingkatan pendidikan, pekerjaan, nama mereka dan bahkan
nama semua anak-anak mereka di kampungku. Desa MattirowaliE, Kecamatan Bontocani, adalah palagan ilmu untuk belajar lebih sensitive terhadap rakyat.
Perawakannya yang kecil,
pendek dan tubuh yang nampak membesi membuat saya sewaktu bocah dulu,
sering meledek Pak Guru Aki ini, dengan panggilan paman bongsai.
Ledekan yang kurang ajar,bagi bocah nakal seperti diriku dulu. Di teras
rumah panggung keluarga kami, saya sudah bersiap-siap kembali berangkat
ke Watampone. Pekerjaan menunggu dan konstituen di desa lain harus
segera dikunjungi untuk silaturrahim usai lebaran. Berat rasanya
meninggalkan handai taulan, tempat dimana hampir 90% suaraku
mendominasi, pada pemilu Legislatif tahun 2009 kemarin. Bapa’ Aki,
kemudian datang, celananya tergulung, terlihat bekas-bekas lumpur
percikan jalanan yang berkubang. Dia baru datang dari Bune, desa tempat
dimana dia saat ini mengabdi sebagai pendidik.
“Maaf Nak, saya baru datang. Untung saya cepat, hampir saja saya tidak bertemu anakku (Dia
memang selalu memanggilku anak)” ucapnya, lalu kusambut erat jabat
tangannya sambil memeluk erat paman pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Sedikit berbasa-basi, Ia pun seolah tidak ingin mengganggu kesiapan
berangkatku. Dalam kantongnya yang lusuh karena peluh dan lumpur. Ia
mengeluarkan selembar foto. Kuperhatikan, dan akupun merasa terjewer.
Dalam benak aku membatin, ini bukan sekolah tetapi seolah kandang
kerbau. Dimanakan anggaran 20% untuk pendidikan dalam APBN itu, lalu
mengapa aku tak tahu ada sekolah di wilayah kerjaku yang demikian
memprihatinkan. Tidakkah ini pertanda aku tak memiliki kepedulian ?.
Saya mencerca diriku, mencerca diri wakil rakyat ini yang mungkin akan
menjadi pongah andai Bapa Aki tidak mengingatkan ku dengan selembar
foto.
Di foto itu, terlihat
bangunan sekolah yang dipotret dari bagian belakang gedung. Papannya
berlubang-lubang keropos. Atap seng nya yang berkarat, dan beberapa
penopang kayu agar gedung itu tidak runtuh dan menimpa murid, menurut
Bapa Aki’ ada dalam ruangan. Kesan lewat foto itu, menambah miris hati
ini melihatnya. Disinilah sekolah tempat pamanku mengajar di desa Bune,
kecamatan Libureng, Bone. Beliau mengajar anak-anak itu dengan ikhlas,
sambil berharap kelak diantara mereka akan ada yang mungkin jadi guru,
polisi, tentara atau bahkan mungkin jadi Bupati. Haruskah Bapa’ Aki
menunggu sampai muridnya menjadi Bupati, dan sekolah itu baru dibenahi
?. Tidak.
Saya harus melakukan
sesuatu, minimal saya harus berjuang agar di biayai pembangunannya pada
anggaran perubahan atau APBD pokok tahun 2011. Sambil meyakinkankannya
bahwa saya akan berjuang namun tidak berjanji untuk pembangunannya, saya
kemudian teringat sesuatu. Sesuatu yang serasa memicu dendam. Pasalnya,
di Pemilu kemarin saya hanya mendapatkan sepuluh biji suara di desa
itu. Bapa Aki yang seorang PNS, hanya mampu menggaet keluarga
terdekatnya. Netralitas PNS mungkin Ia masih pegang teguh, dan tekanan
dari pimpinannya untuk memilih calon tertentu membuatnya tertekan. Akh,
Tekanan ala Orba, memang masih menakuti PNS, walau reformasi telah
menggerusnya “Apa daya, cukuplah saya yang memilih keponakanku, jikalau memang tidak ada yang mau memilihnya. “ katanya ketika musim kampanye kemarin.
Akh, dendam ini tidaklah
bijak menurutku. Walaupun hanya seorang Bapa’ Aki saja yang memilihku
ketika itu, tetap harus saya berjuang untuk pembangunan sekolah ini.
Tidak ingin kujadikan ini sebagai interest politik, tetapi yang lebih
penting, sekolah ini adalah tempat dimana anak-anak negeri menjadi
terdidik. Minimal terdidik sepertiku yang hanya sampai pada level
sarjana ini. Sebenarnya saya juga bingung, mengapa Dinas
Pendidikan Kabupaten Bone sibuk merehabilitasi sekolah yang masih layak,
sementara instansi itu justru mengabaikan sekolah yang hampir ambruk
ini. Saya tahu betul, bahwa dinas yang paling banyak anggarannya adalah
dinas pendidikan.
Menurut kabar, kondisi
sekolah seperti ini, masih banyak tersebar di kecamatan-kecamatan
lainnya. Memang harus dipahami bahwa defisit anggaran yang kini melanda
keuangan Pemda Bone sulit untuk merealisasikan rehabilitasi sekolah itu
dengan segera. Jikapun itu tidak bisa, dalam hati saya berkomitmen untuk
mengurus dana rehabilitasi ini walau sampai ke Jakarta. Biro
perencanaan ataupun Badan Anggaran DPR RI katanya, bisa diurus untuk
hal-hal seperti ini. Semoga urusan di DPR jalannya mulus kesana, tidak
becek dan licin. Sebagai mantan kontraktor yang kadang
mengerjakan proyek jalanan. Saya sering diingatkan, tetapi nurani
menentang untuk melakukannya “kalau jalanannya basah, pasti licin. Kalau ternyata buntu harus diperlicin”. Nah, Lho !?
———————-
Sekali lagi, tokoh “Saya/Aku”
disini, bukan saya, tetapi Sang Legislator dalam posenya di bawah ini,
saya hanya menjadikan sosoknya dalam kisahku, setelah memohon ijin.
Penulis Andi Harianto. Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.
Setiap orang adalah guru ku dan setiap tempat adalah sekolahku
Sebagian tentang saya, ada di http://bungarung.blogspot.com/
(Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/16/guru-pejuang-di-sekolahnya-yang-keropos-291697.html)
1 komentar:
Luar biasa untuk kakanda Andi Irwandi Natsir yang sosoknya sederhana dan selalu memperjuangkan aspirasi masyarakat di Kabupaten Bone
Posting Komentar